Bukan Tanggal Itu
“Kenapa
emak tidak ada di rumah?” Aku masih saja mempertanyakan hal ini walau hari itu
terlewat 3 hari. Aku mendongkrak ke atas melihat daun-daun melinjo dipinggir
jalan ini.
Hmmm, kata Dedi kemarin dia ngatain kalau
aku tuh bego, tapi rasional. Wah-wah
istilah apa itu. Pas aku Tanya apa artinya dia malah ngeloyor pergi sambil
berteriak, “Tanya dulu sama pak lurah!”huh,padahal aku sudah menyiapkan sederet
kata-kata sulit yang akan kutanyakan pada dia. Ya…..minimalis, sekuler,
terus,
Hhmm, psikologi,
yang kemarin aku temukan di Koran-koran yang aku pegang. Dasar gembung anak
itu.
Aku menunggu Emak datang. Tiga hari
lalu dia tidak menemuiku. Apa emak ndak punya uang untuk datang kesini. Tapi
itu kan setahun sekali. Itu berarti Emak cukup untuk mengumpulkan uang selama
ini. Aku pun tak pernah meminta apa-apa.
“tanggal 17 sudah lewat…..apa sudah
lupa tanggal itu?” yah, karena Emak sudah punya pengganti ayah? Aku sendiri
tidak pernah lihat wajah lelaki yang telah mengubah pikiran Emak untuk tidak
sendiri lagi.
Belum saja mataku terpejam, kudengar
langkah mendekat. Pasti itu
Emak.
“Emak?” panggilku girang dan bangun
dengan segera.
“Nu….aku kan sudah bilang!” tiba-tiba Pak Sus datang
hari ini. Dan ini bukan yang pertama
kalinya dia memanggilku.”
“Pak Sus ya….kirain……
“Aku kan sudah bilang Nu, apa kamu enggak percaya
pakdemu ini ?” nadanya mulai meninggi. Dan aku hanya diam menekuni tanah yang
berkeriki-kerikil lembut itu. Ku garuk-garuk dengan jari kakikku.
“Nu …. Apa
aku harus membawamu dengan paksa untuk dating kerumah sakit? Aku masih saja
diam. Aku selalu ingat pesan emak,”jangan percaya pada siapa pun. Ini kan kota
besar.” Dan bahwa kuingkari berita kecelakaan yang menelan korban seluruh
penumpang bus itu….memang pas tanggal 17. tapi kusangkal mentah-mentah karena
ku tahu Emak selalu menepati janji. Tuhan pun tahu itu! Emak juga pernah bilang
padaku,“Nu….jangan khawatir, pasti ibu datang setiap tanggal 17. bahkan tuhan
pun tahu bahwa tanggal itu tanggal bukan untuk menepati ingkar janji.”
“walau
diambil nyawa sekaligus, tuhan pasti menjanjikan Emak mati di hari
lain…..”pertama aku merinding mendengarnya. Tapi aku sudah biasa dengan ucapan
dan kelakuan aneh Emak. Aneh juga mengapa harus tanggal itu ?
“Ayo….mungkin
hanya dengan cara begini aku harus membuka lebar mata kamu, Nu!”teriak pak Sus
mencengkeram kuat pada lenganku dan aku sempat terjatuh, tapi memang lengan pak
Sus kuat.
“Anak
bodoh!” teriaknya lalu memboncengkan aku di vespa bututnya. Aku mulai menurut. Toh aku yakin mayat itu bukan emakku. Karena sudah berjanji….
Aku sudah berada di rumah sakit. Aku tak
tahu tepatnya kamar apa ini. Tapi kulihat pak Sus berbicara dengan petugas itu.
Lalu petugas itu berjalan mendekatiku. Lalu pak Sus berjalan di belakangnya. Heh, bahkan, aku tak punya perasaan
apa-apa. Takut pun tidak.
“Ayo Nu, ikut ke kantor.”
“Ngapain pak Sus.”
“ndak usah cerewet!”
Aku pun mengikuti langkah mereka
yang lebar-lebar. Mirip petugas kepolisian saja, tiba-tiba jalan itu begitu
lenggang. Ke mana orang-orang?
Kenapa begitu sepi dan tak ada suara-suara.
“He, bengong saja!”
Aku
terperanjat karena tiba-tiba hentakan keras di meja itu membangunkanku. Aku sudah berada di ruangan 5 x 6 ini. Ada
bapak berseragam di depanku. Aku disuruhnya duduk dan sekilas kupandang wajah
pak Sus. Wajahnya selalu saja tanpa ekspresi. Bapak itu membuka stopmap dan
meletakanya di meja. Terlihat beberapa kertas, KTP, dan sebuah buku rebal
berukuran agak kecil, kira-kira panjangnya 15 centimeter, lebar 10 centimeter.
Aku terpaku melihat buku itu. Aku selalu memimpikan buku catatan yang unik, yah
seperti dalam film yang aku tonton. Dan aku selalu berkata pada Emak
ingin memilikinya seandainya……..
“Ju-mi-ya-ti! Apa benar buku kamu bernama
jumiyati?” degg!! Tiba-tiba jantungku berdetak.
“hei….benar nama itu nama Emakmu?”
Tanya pak Sus mengulangi pertanyaan bapak itu. Aku mengangguk, diulurkanya KTP
yang sudah kucel itu dihadapanku. Aku Cuma memandangnya tanpa kedip. Bahkan aku
tak sanggup membacanya, aku, membuka hingga foto terlihat.
“ini foto Emak,….belum tentu mayat
itu mayat Emak!” ucapku lirih, tapi angkuh. Mata ini mulai sembab. Kata-kata itu tersangkut di
tenggorokan.
“antar anak ini ke kamar mayat,”
perintah bapak itu kepada petugas. Dia menarikku berdiri. Aku masih saja memegang
KTP itu. Tiba-tiba kuberontak lalu kutatap buku ini.
“bawa saja buku ini, buku ini hanya
di temukan dekat korban.”
Aku langsung mengaambilnya dan
kudekap buku itu. Sejurus aku langsung lari keluar kantor. Aku tahu di mana
harus pergi.
Blakk!! Pintu itu kutendang
keras-keras. Petugas itu lari terengah-engah menyusulku.
“hei…. Hah-hah-hah, jangan
sembarangan anak ingusan!” aku berhenti memandangi beberapa tempat tidur yang
terisi mayat yang di tutupi plastik hitam. Tapi , sudah banyak yang kosong.
“meja yang itu, “tunjuknya di pojok.
Kakikku kaku ketika kugerakkan. Tiba-tiba aku sudah berada di depan tubuh itu.
Kusibak perlahan-lahan….dan hentakku pada tubuh itu. “Emakkk…..! katamu bukan
tanggal itu! Jeritku sekeras mungkin.”katamu bukan tanggal itu……..katamu bukan
tanggal itu…..,”teriakku berulang kali dan tergugu memeluk tubuhnya…. Tubuhnya
ikut lemas. Setelah itu, aku tak ingat apa-apa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar