Senin, 08 Juli 2013

cerpen



Bukan Tanggal Itu
       Kenapa emak tidak ada di rumah?” Aku masih saja mempertanyakan hal ini walau hari itu terlewat 3 hari. Aku mendongkrak ke atas melihat daun-daun melinjo dipinggir jalan ini.
            Hmmm, kata Dedi kemarin dia ngatain kalau aku tuh bego, tapi rasional.   Wah-wah istilah apa itu. Pas aku Tanya apa artinya dia malah ngeloyor pergi sambil berteriak, “Tanya dulu sama pak lurah!”huh,padahal aku sudah menyiapkan sederet kata-kata sulit yang akan kutanyakan pada dia. Ya…..minimalis, sekuler, terus,
Hhmm, psikologi, yang kemarin aku temukan di Koran-koran yang aku pegang. Dasar gembung anak itu.
            Aku menunggu Emak datang. Tiga hari lalu dia tidak menemuiku. Apa emak ndak punya uang untuk datang kesini. Tapi itu kan setahun sekali. Itu berarti Emak cukup untuk mengumpulkan uang selama ini. Aku pun tak pernah meminta apa-apa.
            “tanggal 17 sudah lewat…..apa sudah lupa tanggal itu?” yah, karena Emak sudah punya pengganti ayah? Aku sendiri tidak pernah lihat wajah lelaki yang telah mengubah pikiran Emak untuk tidak sendiri lagi.
            Belum saja mataku terpejam, kudengar langkah mendekat. Pasti itu Emak.
            “Emak?” panggilku girang dan bangun dengan segera.
            “Nu….aku kan sudah bilang!” tiba-tiba Pak Sus datang hari ini. Dan ini  bukan yang pertama kalinya dia memanggilku.”
            “Pak Sus ya….kirain……
            “Aku kan sudah bilang Nu, apa kamu enggak percaya pakdemu ini ?” nadanya mulai meninggi. Dan aku hanya diam menekuni tanah yang berkeriki-kerikil lembut itu. Ku garuk-garuk dengan jari kakikku.
            “Nu …. Apa aku harus membawamu dengan paksa untuk dating kerumah sakit? Aku masih saja diam. Aku selalu ingat pesan emak,”jangan percaya pada siapa pun. Ini kan kota besar.” Dan bahwa kuingkari berita kecelakaan yang menelan korban seluruh penumpang bus itu….memang pas tanggal 17. tapi kusangkal mentah-mentah karena ku tahu Emak selalu menepati janji. Tuhan pun tahu itu! Emak juga pernah bilang padaku,“Nu….jangan khawatir, pasti ibu datang setiap tanggal 17. bahkan tuhan pun tahu bahwa tanggal itu tanggal bukan untuk menepati ingkar janji.”
            “walau diambil nyawa sekaligus, tuhan pasti menjanjikan Emak mati di hari lain…..”pertama aku merinding mendengarnya. Tapi aku sudah biasa dengan ucapan dan kelakuan aneh Emak. Aneh juga mengapa harus tanggal itu ?
            “Ayo….mungkin hanya dengan cara begini aku harus membuka lebar mata kamu, Nu!”teriak pak Sus mencengkeram kuat pada lenganku dan aku sempat terjatuh, tapi memang lengan pak Sus kuat.
            “Anak bodoh!” teriaknya lalu memboncengkan aku di vespa bututnya. Aku mulai menurut. Toh aku yakin mayat itu  bukan emakku. Karena sudah berjanji….
            Aku sudah berada di rumah sakit. Aku tak tahu tepatnya kamar apa ini. Tapi kulihat pak Sus berbicara dengan petugas itu. Lalu petugas itu berjalan mendekatiku. Lalu pak Sus berjalan di belakangnya. Heh, bahkan, aku tak punya perasaan apa-apa. Takut pun tidak.

            “Ayo Nu, ikut ke kantor.”
            “Ngapain pak Sus.”
            “ndak usah cerewet!”
            Aku pun mengikuti langkah mereka yang lebar-lebar. Mirip petugas kepolisian saja, tiba-tiba jalan itu begitu lenggang. Ke mana orang-orang? Kenapa begitu sepi dan tak ada suara-suara.
            “He, bengong saja!”  
            Aku terperanjat karena tiba-tiba hentakan keras di meja itu membangunkanku. Aku sudah berada di ruangan 5 x 6 ini. Ada bapak berseragam di depanku. Aku disuruhnya duduk dan sekilas kupandang wajah pak Sus. Wajahnya selalu saja tanpa ekspresi. Bapak itu membuka stopmap dan meletakanya di meja. Terlihat beberapa kertas, KTP, dan sebuah buku rebal berukuran agak kecil, kira-kira panjangnya 15 centimeter, lebar 10 centimeter. Aku terpaku melihat buku itu. Aku selalu memimpikan buku catatan yang unik, yah seperti dalam film yang aku tonton. Dan aku selalu berkata pada Emak ingin memilikinya seandainya……..
            “Ju-mi-ya-ti! Apa benar buku kamu bernama jumiyati?” degg!! Tiba-tiba jantungku berdetak.
            “hei….benar nama itu nama Emakmu?” Tanya pak Sus mengulangi pertanyaan bapak itu. Aku mengangguk, diulurkanya KTP yang sudah kucel itu dihadapanku. Aku Cuma memandangnya tanpa kedip. Bahkan aku tak sanggup membacanya, aku, membuka hingga foto terlihat.
            “ini foto Emak,….belum tentu mayat itu mayat Emak!” ucapku lirih, tapi angkuh. Mata ini mulai sembab. Kata-kata itu tersangkut di tenggorokan.
            “antar anak ini ke kamar mayat,” perintah bapak itu kepada petugas. Dia menarikku berdiri. Aku masih saja memegang KTP itu. Tiba-tiba kuberontak lalu kutatap buku ini.
            “bawa saja buku ini, buku ini hanya di temukan dekat korban.”
            Aku langsung mengaambilnya dan kudekap buku itu. Sejurus aku langsung lari keluar kantor. Aku tahu di mana harus pergi.
            Blakk!! Pintu itu kutendang keras-keras. Petugas itu lari terengah-engah menyusulku.
            “hei…. Hah-hah-hah, jangan sembarangan anak ingusan!” aku berhenti memandangi beberapa tempat tidur yang terisi mayat yang di tutupi plastik hitam. Tapi , sudah banyak yang kosong.
            “meja yang itu, “tunjuknya di pojok. Kakikku kaku ketika kugerakkan. Tiba-tiba aku sudah berada di depan tubuh itu. Kusibak perlahan-lahan….dan hentakku pada tubuh itu. “Emakkk…..! katamu bukan tanggal itu! Jeritku sekeras mungkin.”katamu bukan tanggal itu……..katamu bukan tanggal itu…..,”teriakku berulang kali dan tergugu memeluk tubuhnya…. Tubuhnya ikut lemas. Setelah itu, aku tak ingat apa-apa.        

Cerpen bahasa indonesia



Dari lembaran koran menjadi sebuah mesin

Karya: Arief rifai
Kelas: XI IPA 1

Pagi hari disebuah desa Di Bandung, ada seorang anak kecil yang hidup di keluarga sederhana, Namanya Anto, dia berumur 5 tahun. ketika anak – anak seusia dia pergi sekolah, ia masih membantu kedua orang tuanya. Pukul 08.00 pagi pun berbunyi, ia segera bergegas menuju sebuah stasiun kereta untuk menjajahkan koran, ”nak, apabila engkau ingin seperti mereka berusahalah dengan sebaik mungkin dan belajarlah dari kehidupan” kata ibunya sambil menengok kearah anak – anak yang pergi ke sekolah. ”Ia bu, aku akan belajar sebaik mungkin walaupun saya tidak sekolah” ujar si anak tersebut.
Sesampai di stasiun anak itu menjajahkan koran dengan lugunya, ”koran – koran,, ayo bu!, pak!, siapa yang mau membeli koran” . tiba – tiba ada seorang bapak yang berpakaian rapi mendatanginya. ”dik, koranya berapa?” kata bapak itu, ”lima ribu pak!” ujar anak itu. ”dik, kenapa adik tidak sekolah?, kata bapak, ”saya anak orang nggak mampu pak, jadi  orang tua saya tidak mampu membiayai saya untuk bisa sekolah” kata anak itu sambil menundukkan kepala.”ohhh, ya sudah kalau begitu, adik jangan bersedih ya, tapi kalau adik pintar, adik juga bisa kok sekolah, waupun adik tidak punya biaya” kata bapak itu sambil mengelus kepala anak itu.
Hari pun sudah sore, anak itu pulang dengan membawa koran yang masih tersisa, anak itu tak kenal lelah, walaupun panas terik matahari menyengat ditubuhnya, keringat pun bercucuran memenuhi tubuh kecilnya itu. Akhirnya anak itu sampai di rumah, ia pun menceritakan pengalaman kepada ibunya saat berdagang di stasiun tadi, ”bu, tadi aku bertemu seorang bapak di stasiun tempat aku jualan koran, dan diapun berkata” kalau adik pintar, adik juga bisa kok sekolah, waupun adik tidak punya biaya”.
Semoga saja omongan bapak itu bisa terkabul nak kata ibunya. Di dalam kamarnya Anto berdoa supaya suatu hari nanti ia bisa menjadi seorang yang terkenal dan bisa mencukupi keluarganya.
            Tiba – tiba di pagi hari seseorang mengetuk pintu rumahnya, Anto pun membukakan pintu itu. Dan dia pun kaget ternyata itu adalah bapak yang kemarin di stasiun tadi. Dia pun menyuruh bapak itu untuk masuk dan mempersilahkan untuk duduk. ”oh ya maaf dek saya pagi pagi kesini” katanya. ”tidak apa apa pak saya juga dari tadi sudah bangun” kata Anto. ”maaf pak !, ngomong ngomong bapak kesini mau apa yah?”. ”oh ya maaf kenalin dulu dek nama saya Herman” kata bapak itu. ”saya Anto pak !!. ”hmmmm, gini to, melihat semangatmu kemarin menjajahkan koran saya sangat bangga tapi bagaimana kalau semgat tinggi itu jangan digunakan untuk menjajahkan koran melainkan untuk mencari ilmu”. Anto pun kaget dan berfikir.”maksud bapak gimana yah?” kata Anto. ”hmmm,begini to, gimana kalau kamu saya jadikan anak angkat?”. Anto pun kaget mendengar perkataan itu ”tapi bentar dulu pak, saya mau manggil ibu sya dulu, bu ! ibu !” teriak Anto. ”ada apa nak, pagi pagi kok teriak teriak” kata ibunya. ”kenalin bu nama saya Herman, begini bu, saya sangat kasihan melihat anto kemarin menjajahkan koran di saat yang lain bersekolah, gimana kalau saya menjadikan Anto sebagai anak angkat saya untuk menjadi seorang yang sukses di kemudian hari” kata Herman. Ibunya pun menggenggan tangan Herman dan ia menangis dengan terseduh seduh ”terima kasih pak !”. ”iya bu, sama sama”. Setelah ibunya Anto dan Herman bebicara panjang lebar. Akhirnya Anto pergi bersama Herman untuk dijadikan anak angkatnya supaya ia bisa bersekolah dan menjadi orang sukses suatu hari nanti. Akhirnya sampai di rumahnya pak Herman yang berletak di Bogor. Anto pun dikenalain sama anaknya pak Herman yang bernama Budi, ”Budi kenalin nak ini Anto, anak yang bapak ceritain kemarin” kata Herman, ”ohh, iya pak, kenalin saya Budi” kata Budi sambil mengulurkan tanganya kepada Anto. ”saya Anto ” kata Anto sambil mengulurkan tanganya juga. Setelah berkenalan dengan anaknya pak Heman, Anto diajak keliling ke rumahnya, ia terlihat bengong ketika diajak keliling rumah, karena ia baru sekarang merasakan rumah yang indah, megah, dan seluas ini. Besoknya Anto di suruh bersekolah sama Budi, karena umur mereka berdua hampir sama, maka Herman pun menyekolahkan Anto pada satu sekolah sma Budi, mereka bersekolah di Sman 1 Bogor. Disekolah Anto sangat antusias untuk belajar, Begitu juga dengan Budi. Mereka berdua sangat bersaing untuk menjadi yang terbaik. Anto sangat suka sekali pada pelajaran yang menyangkut dengan perhitungan, tetapi Budi kurang meminati pada bidang perhitungan. Ia sangat menyukai bidang bahasa. Waktu terus berlalu, sampai pada saat ujian nasional, mereka berdua masih terus bersaing, mereka bangun pagi pagi untuk belajar  bersama. Akhirnya waktu yang ditungu tunggu datang yaitu pengumuman hasil kelulusan. Mereka berdua sangat deg degan dan khawatir. Dan akhirya mereka berduapun lulus dengan nilai sempurna, tetapi pada saat kuliah mereka berdua berbeda jurusan dan tidak satu kampus.
 Anto kuliah di UGM dan mengambil jurusan teknik mesin, dan Budi kuliah di UI ia mengambil jurusan sastra inggris. Anto adalah mahsiswa yang cerdas, ia sangat aktif dalam belajar, biarpun ia mendapatkan tugas yang sangat berat tetapi ia tak pernah mengeluh, pernah suatu hari ketika ia mendapat tugas dari dosenya ia tidak tidur semalem. Tetapi berkat kegigihan dan kesungguhanya itu Anto mendapatkan IPK yang sangat sempurna yaitu 35.00, setelah sebulan lulus dari kuliah, Anto mendapatkan kabar sari dosenya bahwa ia akan dikirim keluar negeri, Anto pun bergegas untuk pergi ke Bandung lagi dan ingin berpamitan kepada ibunya supaya ia mendapatkan restu dari ibunya. Ia pergi ke Bandung bersama Herman. Sesampai di desa tempat lahirnya Anto segera menemui ibunya, ”ibuuu!!!” teriak Anto. ”Antooo !!!” teriak ibunya dari dalam sebuah rumah yang sederhana. Ia kemudian saling berpelukan setelah sekian lama mereka berdua tidak bertemu. ”maaf bu, saya kesini ingin memberitahukan pada ibu bahwa Anto akan di berangkatkan keluar negeri untuk bekerja sama dengan perusahaan mobil ternama, dan Anto juga ingin berpamitan dan meminta restu kepada ibu” kata Heman. ”alhamdulillah ya nak, akhirnya cita cita kamu sekarang bisa tercapai” kata ibunya dengan muka yang penuh air mata.”iya bu, alhamdulillah, sekarang saya sudah lulus dan akan di berangkatkan keluar negeri, apakah ibu akan mengizinkan saya untuk pergi keluar negeri bu??” kata Anto sambil bertekuk lutut pada ibunya. ”ya nak, ibu mengizinkanya dan ibu akan memberikan doa yang terbaik untuk kamu”. Setelah mendapat izin dan restu dari ibunya Anto pergi kembali ke Jakarta. Dalam perjalanan pulang Anto berdoa supaya ia mendapatkan lapangan pekerjaan yang halal dan cukup untuk memenuhi hidunya di luar negeri nanti. Akhirnya hari yang ditunggu tunggu Anto pun tiba, ia bersama dosenya terbang keluar negeri yaitu ke Jeman, ia akan bekerja sama dengan salah satu perusahaan mobil yang sangat populer yaitu Ford. Sesampainya di Jerman Anto di perkenalkan bersama manager dari perusahaan tersebut. Ia kemudian langsung menuju ke lapangan, Anto melihat mesin mesin yang canggih dan mewah. Suatu hari perusahaan tersebut ingin membuat mobil yang efisien dan ramah lingkungan. Anto pun kemudian di tugaskan untuk menjadi salah satu dari teknisi untuk menciptakan mobil tersebut. Anto pun berfikir dan sampai ia tidak bisa tidur.”gimana jika proyek ini akan gagal” katanya dalam hati. Tapi Anto terus bersih keras untuk berfikir keras dan percaya diri. Akhirnya tiba untuk persaingan teknisi mesin, Anto mendapatkan giliran terakhir untuk membuat mesin efisien tersebut. Dan tiba saatnya giliran Anto untuk menciptakan idenya, tiba tiba salah seorang pengecek mesin berkata pada Anto. ”Good job son !!!” katanya. Anto pun tidak percaya akan hal ini, akhirnya mesin yang ia ciptakan di terima oleh perusahaan tersebut, dan dengan segera perusahaan tersebut memproduksi mesin itu secara masal dari tahun ketahun. Kini Anto buakan seorang penjajah koran lagi. Tetapi sekarang ia adalah seorang teknisi mesin yang sangat cerdas dan ulet. Sekarang ia bisa menghidupi keluarganya dan ia ingin bertekad untuk membawa semua keluarganya ke Jerman untuk berkumpul bersama lagi.

Cerpen bahasa indonesia



Dari lembaran koran menjadi sebuah mesin

Karya: Arief rifai
Kelas: XI IPA 1

Pagi hari disebuah desa Di Bandung, ada seorang anak kecil yang hidup di keluarga sederhana, Namanya Anto, dia berumur 5 tahun. ketika anak – anak seusia dia pergi sekolah, ia masih membantu kedua orang tuanya. Pukul 08.00 pagi pun berbunyi, ia segera bergegas menuju sebuah stasiun kereta untuk menjajahkan koran, ”nak, apabila engkau ingin seperti mereka berusahalah dengan sebaik mungkin dan belajarlah dari kehidupan” kata ibunya sambil menengok kearah anak – anak yang pergi ke sekolah. ”Ia bu, aku akan belajar sebaik mungkin walaupun saya tidak sekolah” ujar si anak tersebut.
Sesampai di stasiun anak itu menjajahkan koran dengan lugunya, ”koran – koran,, ayo bu!, pak!, siapa yang mau membeli koran” . tiba – tiba ada seorang bapak yang berpakaian rapi mendatanginya. ”dik, koranya berapa?” kata bapak itu, ”lima ribu pak!” ujar anak itu. ”dik, kenapa adik tidak sekolah?, kata bapak, ”saya anak orang nggak mampu pak, jadi  orang tua saya tidak mampu membiayai saya untuk bisa sekolah” kata anak itu sambil menundukkan kepala.”ohhh, ya sudah kalau begitu, adik jangan bersedih ya, tapi kalau adik pintar, adik juga bisa kok sekolah, waupun adik tidak punya biaya” kata bapak itu sambil mengelus kepala anak itu.
Hari pun sudah sore, anak itu pulang dengan membawa koran yang masih tersisa, anak itu tak kenal lelah, walaupun panas terik matahari menyengat ditubuhnya, keringat pun bercucuran memenuhi tubuh kecilnya itu. Akhirnya anak itu sampai di rumah, ia pun menceritakan pengalaman kepada ibunya saat berdagang di stasiun tadi, ”bu, tadi aku bertemu seorang bapak di stasiun tempat aku jualan koran, dan diapun berkata” kalau adik pintar, adik juga bisa kok sekolah, waupun adik tidak punya biaya”.
Semoga saja omongan bapak itu bisa terkabul nak kata ibunya. Di dalam kamarnya Anto berdoa supaya suatu hari nanti ia bisa menjadi seorang yang terkenal dan bisa mencukupi keluarganya.
            Tiba – tiba di pagi hari seseorang mengetuk pintu rumahnya, Anto pun membukakan pintu itu. Dan dia pun kaget ternyata itu adalah bapak yang kemarin di stasiun tadi. Dia pun menyuruh bapak itu untuk masuk dan mempersilahkan untuk duduk. ”oh ya maaf dek saya pagi pagi kesini” katanya. ”tidak apa apa pak saya juga dari tadi sudah bangun” kata Anto. ”maaf pak !, ngomong ngomong bapak kesini mau apa yah?”. ”oh ya maaf kenalin dulu dek nama saya Herman” kata bapak itu. ”saya Anto pak !!. ”hmmmm, gini to, melihat semangatmu kemarin menjajahkan koran saya sangat bangga tapi bagaimana kalau semgat tinggi itu jangan digunakan untuk menjajahkan koran melainkan untuk mencari ilmu”. Anto pun kaget dan berfikir.”maksud bapak gimana yah?” kata Anto. ”hmmm,begini to, gimana kalau kamu saya jadikan anak angkat?”. Anto pun kaget mendengar perkataan itu ”tapi bentar dulu pak, saya mau manggil ibu sya dulu, bu ! ibu !” teriak Anto. ”ada apa nak, pagi pagi kok teriak teriak” kata ibunya. ”kenalin bu nama saya Herman, begini bu, saya sangat kasihan melihat anto kemarin menjajahkan koran di saat yang lain bersekolah, gimana kalau saya menjadikan Anto sebagai anak angkat saya untuk menjadi seorang yang sukses di kemudian hari” kata Herman. Ibunya pun menggenggan tangan Herman dan ia menangis dengan terseduh seduh ”terima kasih pak !”. ”iya bu, sama sama”. Setelah ibunya Anto dan Herman bebicara panjang lebar. Akhirnya Anto pergi bersama Herman untuk dijadikan anak angkatnya supaya ia bisa bersekolah dan menjadi orang sukses suatu hari nanti. Akhirnya sampai di rumahnya pak Herman yang berletak di Bogor. Anto pun dikenalain sama anaknya pak Herman yang bernama Budi, ”Budi kenalin nak ini Anto, anak yang bapak ceritain kemarin” kata Herman, ”ohh, iya pak, kenalin saya Budi” kata Budi sambil mengulurkan tanganya kepada Anto. ”saya Anto ” kata Anto sambil mengulurkan tanganya juga. Setelah berkenalan dengan anaknya pak Heman, Anto diajak keliling ke rumahnya, ia terlihat bengong ketika diajak keliling rumah, karena ia baru sekarang merasakan rumah yang indah, megah, dan seluas ini. Besoknya Anto di suruh bersekolah sama Budi, karena umur mereka berdua hampir sama, maka Herman pun menyekolahkan Anto pada satu sekolah sma Budi, mereka bersekolah di Sman 1 Bogor. Disekolah Anto sangat antusias untuk belajar, Begitu juga dengan Budi. Mereka berdua sangat bersaing untuk menjadi yang terbaik. Anto sangat suka sekali pada pelajaran yang menyangkut dengan perhitungan, tetapi Budi kurang meminati pada bidang perhitungan. Ia sangat menyukai bidang bahasa. Waktu terus berlalu, sampai pada saat ujian nasional, mereka berdua masih terus bersaing, mereka bangun pagi pagi untuk belajar  bersama. Akhirnya waktu yang ditungu tunggu datang yaitu pengumuman hasil kelulusan. Mereka berdua sangat deg degan dan khawatir. Dan akhirya mereka berduapun lulus dengan nilai sempurna, tetapi pada saat kuliah mereka berdua berbeda jurusan dan tidak satu kampus.
 Anto kuliah di UGM dan mengambil jurusan teknik mesin, dan Budi kuliah di UI ia mengambil jurusan sastra inggris. Anto adalah mahsiswa yang cerdas, ia sangat aktif dalam belajar, biarpun ia mendapatkan tugas yang sangat berat tetapi ia tak pernah mengeluh, pernah suatu hari ketika ia mendapat tugas dari dosenya ia tidak tidur semalem. Tetapi berkat kegigihan dan kesungguhanya itu Anto mendapatkan IPK yang sangat sempurna yaitu 35.00, setelah sebulan lulus dari kuliah, Anto mendapatkan kabar sari dosenya bahwa ia akan dikirim keluar negeri, Anto pun bergegas untuk pergi ke Bandung lagi dan ingin berpamitan kepada ibunya supaya ia mendapatkan restu dari ibunya. Ia pergi ke Bandung bersama Herman. Sesampai di desa tempat lahirnya Anto segera menemui ibunya, ”ibuuu!!!” teriak Anto. ”Antooo !!!” teriak ibunya dari dalam sebuah rumah yang sederhana. Ia kemudian saling berpelukan setelah sekian lama mereka berdua tidak bertemu. ”maaf bu, saya kesini ingin memberitahukan pada ibu bahwa Anto akan di berangkatkan keluar negeri untuk bekerja sama dengan perusahaan mobil ternama, dan Anto juga ingin berpamitan dan meminta restu kepada ibu” kata Heman. ”alhamdulillah ya nak, akhirnya cita cita kamu sekarang bisa tercapai” kata ibunya dengan muka yang penuh air mata.”iya bu, alhamdulillah, sekarang saya sudah lulus dan akan di berangkatkan keluar negeri, apakah ibu akan mengizinkan saya untuk pergi keluar negeri bu??” kata Anto sambil bertekuk lutut pada ibunya. ”ya nak, ibu mengizinkanya dan ibu akan memberikan doa yang terbaik untuk kamu”. Setelah mendapat izin dan restu dari ibunya Anto pergi kembali ke Jakarta. Dalam perjalanan pulang Anto berdoa supaya ia mendapatkan lapangan pekerjaan yang halal dan cukup untuk memenuhi hidunya di luar negeri nanti. Akhirnya hari yang ditunggu tunggu Anto pun tiba, ia bersama dosenya terbang keluar negeri yaitu ke Jeman, ia akan bekerja sama dengan salah satu perusahaan mobil yang sangat populer yaitu Ford. Sesampainya di Jerman Anto di perkenalkan bersama manager dari perusahaan tersebut. Ia kemudian langsung menuju ke lapangan, Anto melihat mesin mesin yang canggih dan mewah. Suatu hari perusahaan tersebut ingin membuat mobil yang efisien dan ramah lingkungan. Anto pun kemudian di tugaskan untuk menjadi salah satu dari teknisi untuk menciptakan mobil tersebut. Anto pun berfikir dan sampai ia tidak bisa tidur.”gimana jika proyek ini akan gagal” katanya dalam hati. Tapi Anto terus bersih keras untuk berfikir keras dan percaya diri. Akhirnya tiba untuk persaingan teknisi mesin, Anto mendapatkan giliran terakhir untuk membuat mesin efisien tersebut. Dan tiba saatnya giliran Anto untuk menciptakan idenya, tiba tiba salah seorang pengecek mesin berkata pada Anto. ”Good job son !!!” katanya. Anto pun tidak percaya akan hal ini, akhirnya mesin yang ia ciptakan di terima oleh perusahaan tersebut, dan dengan segera perusahaan tersebut memproduksi mesin itu secara masal dari tahun ketahun. Kini Anto buakan seorang penjajah koran lagi. Tetapi sekarang ia adalah seorang teknisi mesin yang sangat cerdas dan ulet. Sekarang ia bisa menghidupi keluarganya dan ia ingin bertekad untuk membawa semua keluarganya ke Jerman untuk berkumpul bersama lagi.